better than wine
[ Juyeon x Changmin ] ⚠️ notes; – bxb – kinda 🔞 (moan, teasing, flirting, kissing [like a lot of kisses]) – tattoo – cukup banyak harsh word
Juyeon tidak tau jika tubuh seorang Changmin bisa semabukkan ini. Ia kira, hanya wine saja yang bisa memberikan rasa memabukkan yang menyenangkan. Namun ia salah kira, tubuh Changmin jauh lebih manis dan jauh lebih memabukkan dari segelas likuid beralkohol terbaik yang pernah ia coba.
Semua berawal sejak pagi hari tadi. Saat itu Juyeon masuk ke dalam kamar Changmin tanpa permisi untuk meminjam pengisi daya baterai portabel milik lelaki kecil tersebut. Namun sepertinya ia masuk di situasi yang sedikit tidak tepat, karena saat ia masuk ke dalam kamar itu, Changmin sedang mengambil baju dari lemari pakaiannya ㅡdalam keadaan setengah telanjang. Sepertinya ia baru saja selesai mandi dan akan berganti baju.
Juyeon berani bersumpah, tubuh bagian atas Changmin tanpa sehelai benang tampak indah dengan sedikit kilapan dari sisaan air yang belum mengering. Kulitnya putih cukup bersih, benar-benar cantik, disertai dengan proporsi badannya yang terbilang kecil dan ramping. Juyeon sampai pernah berpikir jika lelaki penyuka hal horor itu bisa saja terbang terbawa angin ㅡyang mana pemikiran ini terbantahkan karena lelaki itu memiliki kekuatan yang cukup setara dengannya.
Mata Juyeon masih setia mengamati tubuh bak manekin milik Changmin, hingga matanya berhenti pada satu titik. Sejak kapan Changmin memiliki tato? batinnya dan masih tetap menatap bagian itu dengan seksama, dan perlu Juyeon akui, tato bergambarkan setangkai bunga matahari yang sangat apik dibagian pinggul sebelah kanan Changmin ternyata menambah kesan indah ㅡdan menggoda pada tubuhnya. Changmin pandai membuat tubuhnya terlihat semakin menarik batinnya lagi dengan seringaian tipis.
“Astaga! Juyeon! Sejak kapan kamu di sini?” Changmin terjengit kaget saat membalikkan badannya dan menemukan Juyeon sudah berada di belakangnya. “Sejak kamu ambil baju?” jawabnya dengan intonasi yang tidak meyakinkan, lebih seperti berbalik tanya.
Mendengar jawaban Juyeon, pipi Changmin sedikit menghangat saat mengetahui lelaki besar itu melihatnya berganti baju, namun segera ia tepis ㅡtoh seharusnya mereka pun sudah terbiasa bertelanjang dada. “Oh, mau ngapain di kamarku?” balasnya lagi mencoba agar terdengar dengan biasa saja.
“Changmin.” Juyeon melangkah mendekati lelaki berlesung pipi tersebut secara perlahan. Changmin bersumpah, suara teman sebayanya ini tadi terdengar agak seksi saat memanggil namanya. “Ya?” Changmin menyahut berusaha sebiasa mungkin agar tidak terbata ㅡyang menurutnya sangat aneh, mengapa juga ia merasa gugup sekarang?.
Semakin Juyeon melangkah mendekat, maka ia melangkah semakin mundur nenjauh hingga ia menyadari bahwa ia sudah menabrak ranjangnya, dan membuat dirinya jatuh terduduk di atas kasurnya. Sialnya, Juyeon terus melangkah mendekat. “Sejak kapan kamu bikin tato, Min?” tanyanya dengan suara yang lebih rendah dari biasanya, serta tangannya yang meraba daerah pinggul sebelah kanan Changmin dengan gerakan yang sensual.
“Tiga minggu yang lalu, kenapa?” kentara sekali Changmin sedang menutupi kegugupannya, dan la merutuki kebodohannya karena bisa-bisanya ia sempat melenguh tertahan kala jari-jari besar itu dengan kurang ajarnya mengelus tatonya tersebut. Bajingan, ia bisa melihat dengan jelas seringaian di wajah Juyeon semakin lebar.
“Benarkah?” Juyeon semakin gencar menyentuh dan memberikan afeksi memabukkan bagi si lelaki kelahiran bulan november. “lya, mmhhp!-” jawab Changmin disertai lenguhan lembut yang tertahan. Sialan, kenapa sentuhannya sangat menyenangkan? batinnya meracau, menyumpah serapahi lelaki tinggi di hadapannya.
Juyeon menundukkan kepalanya tepat di hadapan wajah Changmin yang tengah memejamkan matanya saat tangannya meraih pipi Changmin dan mengusapnya lembut. “Tato itu bikin tubuhmu lebih menarik,” bisik Juyeon tepat di telinga Changmin. Bajingan ini sedang menggodaku?! Changmin merutuk setiap sentuhan yang diberikan Juyeon tanpa ia duga dapat memberikan desiran aneh pada tubuhnya. Perlu Changmin akui, ia menyukainya, sangat.
Juyeon menatap Changmin tepat di mata, seakan menanyakan sebuah izin kepadanya, dan senyuman kucingnya melebar saat Changmin menganggukkan kepalanya samar. Lalu, bibir keduanya menyapa satu sama lain, bersentuhan lembut secara perlahan. Juyeon memperlakukannya sangat lembut, seakan takut melukainya jika la berbuat terlalu keras.
Tubuh Changmin menegang sesaat ketika bibir mereka bertemu. Ini memang bukan ciuman pertamanya, namun rasanya lebih menyenangkan. Sekali lagi, Changmin sangat menyukai sensasi yang diberikan partnernya ini. Bohong jika Juyeon berkata ia tidak menyukai rasa bibir merona milik Changmin. Bibirnya manis dan kenyal, lebih nikmat dari ribuan butir permen jeli beruang.
Entah bagaimana ceritanya, tubuh Changmin kini terbaring di ranjang seakan pasrah dengan Juyeon yang mengukung tubuhnya. Lengannya pun bergerak tanpa kendali melingkari bahu Juyeon saat lelaki bertangan besar itu memberanikan diri untuk kembali melumat bibirnya dengan lembut. Lenguhan samar kembali lolos dari bibir Changmin saat Juyeon memberanikan diri dengan hati-hati menggigit bibir bagian bawahnya guna membuka akses baginya untuk melesakkan lidahnya ke dalam sana ㅡyang sebenarnya tidak perlu, karena ia akan memberikan akses itu secara sukarela.
Kecipak dan desahan tertahan semakin gencar keluar ketika Juyeon mengabsen seluruh deretan gigi Changmin serta mengajak tarung lidah mereka. “Manis, aku suka.” ujarnya saat melepaskan ciuman panas mereka setelah mendapat pukulan ringan di dadanya yang menandakan paru-paru Changmin hampir kehabisan pasukan oksigen.
Rona merah jambu samar menyebar keseluruh wajah hingga telinganya mendengar perkataan Juyeon yang entah murni sebuah pujian atau hanya sebuah godaan ulung belaka. Juyeon tertawa kecil saat melihat partner menarinya ini menutup wajahnya malu. Kenapa Changmin sangat manis sih? Ia gemas!.
Tangan Juyeon meraih telapak tangan Changmin yang masih setia menutupi wajah memerahnya, dikecupnya lembut tangan yang berukuran jauh lebih kecil darinya itu. Lalu tersenyum kecil saat Changmin menatapnya dengan malu. “You probably already know, but i still want to say it to you. I love you, Changmin.” ucapnya sebelum kembali mempertemukan bibir mereka sekali lagi.
Juyeon bisa merasakan kalau Changmin tengah tersenyum disela ciumannya, dan tentu hal itu membuatnya bahagia bukan main. Tanpa ragu lagi, Juyeon kembali membawa mereka dalam ciuman bergairah. “Mh- Ju-” Changmin melenguh saat lehernya panjangnya menjadi sasaran penjelajahan bibir Juyeon, bahkan ia secara sukarela mendongak guna memberikan akses lebih untuk Juyeon menjelajahi lehernya. Tangannya pun tak diam saja, setiap Juyeon memberikan gigitan maupun hisapan kuat yang akan melahirkan tanda kepemilikan di tempat yang sekiranya dapat tertutupi pakaian ㅡia tidak sebodoh itu untuk memberikan hickey di tempat terbuka, tangannya dengan spontan meremat surai lebat Juyeon sebagai penyaluran rasa nikmatnya.
Setelah puas menelusuri leher panjang Changmin, Juyeon lanjut menghujani dada Changmin dengan memar kepemilikan yang tidak akan hilang dalam waktu dekat. Sesekali pula ia memainkan nipple Changmin yang menegang sebab kepalang terangsang napsu, memilinnya, mencubitnya, dan menyesapnya hingga terlukis memar keunguan yang samar.
Changmin sepertinya sudah gila, dia benar-benar menikmati sentuhan demi sentuhan yang Juyeon berikan pada tubuhnya. Setiap sentuhan lembut Juyeon memberikan afeksi yang benar-benar memabukkan.
“A-ahh- Ju-! Nh-” lenguhan itu kembali keluar dari belah bibirnya saat Juyeon beralih pada perut ratanya, lebih tepatnya bermain-main di pusarnya. Juyeon menjilati permukaan kulitnya, memasukkan lidahnya, dan menyapunya dengan lidahnya, membuatnya merasa tergelitik.
Juyeon pun beralih menuju pinggul sebelah kanan Changmin. Titik dimana la ingin sekali mencicipinya. Tangannya bergerak menuju bagian itu, mengelusnya mengikuti alur tato yang ada di sana. “Sshh-” lenguhan Changmin mengeras ketika jari-jarinya menyentuh titik itu. “Sensitif sekali,” kekeh Juyeon usil dengan kurang ajarnya meremas pinggul Changmin, membuat desahan lelaki berwajah kecil itu semakin menjadi. “Oh-! Ju- mh yeon- ah!” ia melenguh lagi saat lidah hangat Juyeon mengeksplorasi tatonya. Sial ini benar-benar nikmat.
Juyeon kembali tersenyum miring, lidahnya semakin gencar menjelajahi tato bunga matahari tersebut, mengerjai titik-titik sensitif di sana, yang tentu saja berhadiahkan lenguhan nikmat dari Changmin. Bibir Juyeon mulai beraksi, ia menciumi setiap inci bagian itu dengan lembut hingga Changmin memejamkan matanya saat la menghisap salah satu titik tersensitifnya, dan meninggalkan bercak merah yang sepertinya akan berubah keunguan di sana.
Juyeon tidak bisa berfikir jernih, bagian pinggul Changmin sepertinya akan menjadi candu barunya. Manis dan lembut, layaknya permen kapas. Juyeon seperti menemukan nikotin baru.
Juyeon tidak akan menyesal karena sudah masuk tanpa izin ke kamar Changmin pada hari itu.
Karena dengan ketidaksengajaan itu, ia menemukan alkohol yang paling memabukkan dari apa yang sudah pernah ia coba. Juyeon benar-benar kecanduan Changminnya.