pacaran, yuk?


notes; bxb, hickey, mention of trauma romansa


“Sudah selesai?”

Changmin mengangkat kepalanya yang tertunduk sebab sedang mengecek notifikasi ponselnya. Kepalanya mengangguk dengan senyuman tipis terpatri di wajahnya kala netra karamel miliknya mendapati seseorang yang amat dikenalnya bertanya padanya.

“Kelas sore?” Changmin menjawabnya dengan cengiran serta tawa kecil. “Malas. Presensiku masih bagus, mau skip sekali-sekali.” terangnya begitu disuguhi delikan penuh kecurigaan dari si lawan bicara. Lengannya dengan santainya menyelinap di sela lengan temannya lalu mengapitnya penuh keakraban. “Boleh dong, ya? Lo aja sering bolos masa aku gak boleh.” bujuknya dengan tatapan memohon serta wajah yang ia dekatkan dengan wajah temannya tersebut.

Wajahnya didorong pelan agar sedikit menjauh. Changmin menggeleng disertai dengan pelukannya yang mengerat pada lengan sang teman saat dipinta untuk melepaskan tautannya. “Ya terserahlah. Mau balik sekarang sama gue?” tanyanya setelah menghela napas menyerah dengan kelakuan Changmin dan lebih memilih untuk menggenggam tangan lelaki berlesung pipi itu agar lebih leluasa dibanding dengan apitan tangan Changmin pada lengannya.

Anggukkan antusias menjadi jawaban pertanyaannya, namun setelahnya Changmin menggeleng. “Baliknya ke Kos lo aja, Ju.” ujarnya di tengah perjalanannya beriringan dengan lelaki yang ia panggil Ju, memberi sedikit penjelasan jika ia tak dapat langsung pulang ke rumah karena takut ketahuan membolos.

Juyeon mendelik, tangannya yang terbebas bergerak memberikan jitakan pada tempurung kepala Changmin. “Lo kok mulai bandel sih.” keluhnya menyadari perubahan perilaku teman akrabnya yang mulai tak biasa. Lagi, cengiran yang menyebalkan baginya kembali menjadi balasan perkataannya.

“Ketularan lo lah. Aku 'kan niruin lo.” balas Changmin enteng sekali dengan tawa ringannya. Juyeon tak habis pikir dengan temannya ini, bodoh sekali malah memilih untuk meniru perilakunya yang buruk. “Gak baik niruin gue. Besok gak ada bolos-bolos lagi.” tukasnya dengan cepat menekan tombol pada kunci mobilnya agar mode kunci terbuka.

Changmin mengangguk dengan wajah yang sedikit tertekuk sebal sebab dinasehati oleh teman yang bahkan perilakunya sama tidak benarnya dengannya, “Iya iya. Udah ayo cepat ke Mekdi, aku mau kopi dan es krim kukis.”


Changmin sih bilangnya ingin kopi dan es krim, namun pada akhirnya mereka tetap saja membeli banyak menu restoran cepat saji tersebut. Juyeon sama sekali tak masalah dengan hal tersebut, karena pada akhirnya apapun yang telah mereka beli pasti akan tandas seiring berjalannya waktu.

Changmin memang senang menyandarkan tubuhnya pada Juyeon seperti yang ia lakukan sekarang; memeluk tubuh Juyeon yang jauh lebih besar darinya dan menyandarkan kepalanya dengan nyaman pada bahu lebar lelaki kelahiran januari tersebut.

Penasaran, Juyeon pun bertanya mengenai alasan mengapa Changmin tak ingin langsung pulang ke rumah, sekaligus menjadi pemecah keterdiaman mereka yang hanya menatap televisi yang menayangkan drama picisan tanpa minat. “Gak ada apa-apa, aku lagi pengen sama Juyo aja.” jawab Changmin ringan sembari memakan ketang goreng yang sudah layu sebab terlalu lama didiamkan.

Mhm, gue agak gak percaya sih, tapi ya sudah kalo lo gak mau cerita, that's okay. Peluk sini.” Changmin dengan senang hati melebur dalam pelukan teman dekatnya itu, membenamkan wajahnya pada dada bidang Juyeob serta memeluk pinggang kokoh tersebut cukup erat. Juyeon pun ikut memeluk Changmin tak kalah eratnya disertai dengan usapan-usapan lembut pada punggung serta tenguk temannya.

Selang beberapa saat diselimuti keheningan, Changmin mengangkat kepalanya guna menatap wajah bergaris tajam tersebut. “Aku gak pandai bohong ya? Atau lo yang terlalu bisa baca aku?” Juyeon terkekeh pelan begitu disuguhkan wajah Changmin yang berjarak cukup dekat dengan wajahnya. “Iya, lo gak pandai bohongin gue.” Juyeon berucap lalu memberikan satu sentilan pada kening temannya itu.

Changmin merengut ketika mendapatkan sentilan yang cukup membuat keningnya berkedut sakit. Ia pun dengan tidak berperasaan menggigit leher Juyeon hingga menimbulkan memar bercorak bekas gigitannya. “Nakal banget sih lo. Sini gue cupang!” Changmin tertawa lepas begitu Juyeon mengukungnya dan menggerayangi tubuhnya yang membuatnya tergelitik geli.

“Sudah! Jangan banyak-banyak! Ahk! JUYO!” Changmin memekik disela tawa lepasnya kala Juyeon menyerangnya dengan kecupan-kecupan serta sesapan pada leher tak bernodanya. Juyeon mengaduh mendapatkan pukulan pada tempurung kepalanya dari Changmin yang merengut kesal mendapati lehernya kini penuh dengan hickey buatan Juyeon.

Juyeon tersenyum puas berhasil menandai leher indah Changmin dengan bibirnnya. Kepalanya ia benamkan pada ceruk leher Changmin, menyesapi aroma alami tubuh Changmi yang sudah sangat familiar diindera penciumannya. “Pacaran yuk.”

Kepala Changmin menggeleng masih dengan cengiran khasnya, menolak ajakan spontan yang dilontarkan oleh Juyeon. “Jangan bercanda. Lo kan tahu aku ga siap.” Changmin berujar sembari menggelamkan tubuhnya di dalam rengkuhan Juyeon, mencengkam kaos navy yang dikenakan oleh Juyeon. “Bukannya lo masih sama Kak Younghoon?”

Juyeon mengangguk membenarkan perkataan Changmin bahwa ia sepenuhnya paham jika temannya ini memiliki trauma terhadap hubungan romansa. “Putus dua hari yang lalu.” balasnya tanpa minat. Perlahan dirinya beralih untuk membenamkan wajahnya pada sela helaian surai merah milik Changmin, bersandar dengan nyaman di sana, membiarkan hidungnya tergelitik diantara gesekan surai lembut itu.

Baik Changmin maupun Juyeon membiarkan diri mereka terhanyut dalam keheningan. Juyeon terus mengusapi rambut Changmin dengan lembut, sedangkan Changmin menikmati alunan detak jantung Juyeon yang berdebar stabil hingga terlelap.

“Padahal gue serius sama lo.” gumamnya diakhiri dengan kekehan. “Selamat tidur, Kyu.” bisiknya sebelum ikut berkelana menuju alam mimpi.